assalamualaikum....
Tsuki
Tentang aku dan sahabatku "Dhiya"
Cahyadi
Minggu, 09 Februari 2014
uc browser
alhamdulillah akhirnya bisa ngeblog di hp dg aplikasi uc browser... ye terimakasih mas fadly atas ilmunya...
Minggu, 10 Maret 2013
Pemimpin
“SOSOK PEMIMPIN YANG
DIRINDUKAN UMMAT”
Oleh : Ai Susi Nurhopipah, Pendidikan Bahasa Arab 2012.
Abu Hurairah r.a: berkata:
Rasulullah saw bersabda: “Ada tujuh macam orang yang akan bernaung di bawah
naungan Allah, pada hari tiada naungan kecuali naungan-Nya:
Imam(pemimpin) yang adil. Pemuda yang rajin
ibadah kepada Allah. Orang yang hatinya selalu gandrung kepada masjid. Dua
orang yang saling kasih sayang karena Allah, baik waktu berkumpul atau
berpisah. Laki-laki yang diajak berzina oleh wanita bangsawan nan cantik, maka
menolak dengan berkata: ‘saya takut kepada Allah.’ Orang yang sedekah dengan
sembunyi-sembunyi hingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan
oleh tangan kanannya. Dan orang yang berdzikir ingat pada Allah ketika sendirian
hingga mencucurkan air matanya. (HR. Bukhary dan Muslim)
Hai, sobat, bagaimana kabarnya hari ini?
(Jawabnya harus seperti ini ya) “Alhamdulillah, luar biasa, Allahuakbar...!”
Duh, semangatnya sobat-sobat kita hari ini.
Oke sobat yang luar bisa, sebagaimana telah
kiata ketahui bersama, hari ini kita akan ngebahas mengenai pemimpin.
Ngomong-ngomong soal pemimpin-nih, apasih yang terlintas dibenak sobat? Apakah
itu mengingatkan sobat pada sesosok pemimpin yang luar bisa seperti Rasulullah,
Abu Bakar, Umar bin Kahatab, Utsman bin Affan, Ali bin Abi Thalib ataupun yang
lainya. Atau jangan-jangan malah terlintas sosok-sosok pemimpin yang dzalim
seperti Fira’un dan Hitler. Baiklah itu tak masalah kok sobat, semuanya sah-sah
saja.
Sobatku yang baik. Kita yang notabene ummat
muslim ini, pasti merindukan sekali sesosok pemimpin yang luar biasa seperti
Rasulullah-kan. Tak dapat dipungkiri, hati ini miris sekali melihat kekacauan
yang terjadi disebabkan salah satunya oleh kepemimpinan yang jauh dari Al-Qu’an
dan Sunnah Rasul.
Sobat, tiba-tiba pikiran ini terlitas sesosok
pemimpin yang adil yang berhasil dalam kepeminpinannya walaupun dalam kurun waktu
yang sesingkat-singkatnya, dua setengah tahun. Tahukah sobat siapakah dia?
(Tahu dong, pasti tahulah.) Ya, dia adalah “Umar bin Abdul Aziz,” cicit Umar
bin Khatab.
Kalau sobat ada yang belum tahu, yu ana
ceritakan sedikit tentang beliau. Namanya Umar bin Abdul Aziz, beliau adalah
khalifah ke-8 dari Bani Umayyah. Ibunya bernama Laila yang merupakan keturunan
dari Zainab dan Asyim. Asyim sendiri adalah salah satu putra Umar bin Khatab
(Kalifah ke-3). Sobat tahu cerita tentang seorang wanita yang sangat takut pada
Allah? Saat itu Umar bin Khatab sedang berkeliling seperti biasa memeriksa
rakyatnya. Setelah berjalan lumayan jauh, Umar merasa kelelahan dan ia mencoba istirahat
didepan sebuah pintu. Tiba-tiba Umar mendengar percakapan dua orang wanita.
Wanita pertama menyuruh wanita kedua untuk menuangkan air kedalam susu, tapi
wanita kedua menolaknya karena Umar melarang hal itu. Itu tandanya mereka
berbuat akan berbuat curang dalam perdagaangan. Wanita pertama mengatakan bahwa
Umar tidak akan melihat mereka. Lagi pula hari sudah malam, Umar pasti sudah
tidur dirumahnya. Wanita kedua tetap menolak, ia berkata kira-kira seperti ini.
“Umar memang tidak akan melihat mereka, tapi Tuahnya Umar Maha melihat semua
perbuatan hambanya.”
Umar terkejut sekaligus tersenyum bahagia. Ia
menyuruh khadimnya yang waktu itu ikut denganya untuk menandai pintu itu. Singkat cerita Umar menikahkan anaknya yang
bernama Asyim dengan wanita yang takut pada Allah itu. Sobat tahu siapa wanita
yang takut pada Allah itu? Ya, ia tak lain adalah Zainab, neneknya Umar bin
Abdul Aziz. Jadi Umar bin Abdul Aziz adalah keturun orang-orang hebat dan
mulia.
Umar bin Abdul Aziz hafal Al-Qur’an sejak usia
sekitar 4 tahun. Beliau dikirim ke
Madinah sekitar umur 3 tahun. Shalih ibnu Kaisar adalah tabi’in yang mentarbiahnya.
Ada kisah menarik dari Salamah bin Dinar,
seorang alim di Madinah, qadhi, dan syaikh penduduk Madinah. Cerita singkatnya
seperti ini, Salamah menemui Khalifah setelah sekian lama tidak berjumpa.
Salamah heran, ia hampir tidak mengenali sosok khalifah. Fisiknya sungguh
memprihatinkan sekali. Tubuhnya begitu kurus dan kering, kulit kasar, wajah
pucat, dan bening matanya meredup, beda sekali dibandingkan dulu ketika Umar
masih menjabat sebagai Gubernur Madinah.
Salamah berkata : “Apa yang menyebabkan Anda
berubah wahai khalifah, padahal Anda telah menguasai emas dan perak dan Anda
telah diangkat menjadi amirul mukminin?”
Umar tiba-tiba menangis, ia menjawab. “Bagaimana
halnya jika engkau melihatku setelah tiga hari aku di dalam kubur, mungkin
kedua mataku telah melorot di pipiku.. perutku telah terburai isinya… ulat-ulat
tanah menggerogoti sekujur badanku dengan lahapnya. Sungguh jika engkau
melihatku ketika itu wahai Abu Hazim, tentulah lebih tak mengenaliku lagi dari
hari ini. Ingatkah Anda tentang suatu hadis yang pernah Anda bacakan kepadaku
sewaktu di Madinah wahai Abu Hazim?”
Salamah lupa karena begitu banyaknya hadis
yang diriwayatkannya. Umar mengingatkan bahwa hadis itu adalah dari Abu
Hurairah.
Salam mengingatnya. Dengan segera ia mebacakan
hadits yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah itu. “Saya telah mendengar Abu
Hurairah berkata, “Aku mendengar Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Sesungguhnya di hadapan kalian
terhampar rintangan yang terjal, sangat berbahaya, tidak ada yang mampu
melewatinya dengan selamat melainkan orang yang kuat.”
Umar menangis kembali dengan tangisan yang
sangat memilukan sehingga Salamah takut hati beliau pecah. Umar berkata,
“Apakah Anda sudi menegurku wahai Abu Hazim bila aku berleha-leha dalam mendaki
rintangan yang terjal tersebut sehingga aku berhasil menempuhnya? Karena aku
khawatir jika aku tidak berhasil.”
Umar bin Abdul Aziz adalah orang yang sanngat
mengingat mati. Ketika ia jadi khalifah, hak rakyatnya selalu ia tunaikan
dengan baik. Seperti cerita ketika ia menerima seorang tamu. Khalifah bertanya
terlebih dahulu, apakah keperluan tamunya itu menyangkut rakyanya atau hanya
keperluan pribadi. Ketika tamu itu mengatakan keperluanya hanya untuk
pribadinya maka khalifah langsung mematikan lampu yang tadi ia pakai untuk
menulis keperluan rakyatnya. Karena tidak pantas seorang khalifah menggunakan
fasilitas rakyatnya hanya untuk kepentingan pribadi.
Salah satu faktor keberhasilan yang dicapai
Umar bin Abdul Aziz adalah karena ia beniat tulus dan berusaha mengikuti jejak
para pendahulunya; khulafaur rasyidin. Selalu meminta nasihat, saran dan
teguran dari para ulama Rabbani dan zuhud yang hidup di masanya. Menyingkirkan
para pejabat yang bermental mendua, suka berbasa basi dan cari perhatian.
Bersikap tegas dalam menegakan hukum dan sekuat tenaga berpegang teguh pada
Al-Qur’an dan Sunnah dalam menjalankan roda pemerintahannya.
Sobat, setelah kita membicarakan sesosok
pemimpin hebat bernama Umar bin Abdul Aziz tadi, yu kita sama-sama berusaha dan
berdo’a, mudah-mudahan penerus pemimpin bangsa ini benar-benar layak untuk
menjadi seorang pemimpin yang adil dan takut pada Allah, zuhud dalam kehidupan
dan mengayomi masyarakat yang dipimpinnya. (Aamiin!)
Saya teringat pada pelajaran fikih di Madrasah
Aliah dulu. Disana ada pembahasan mengenai syarat-syarat menjadi seorang
khalifah atau pemimpin. Diantarnya:
1. Beragama
ialam, taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
2. Mengerti
hukum syariat dengan baik.
3. Berakhlak
mulia, adil, jujur dan bertanggung jawab.
4. Cerdas
dan berpengetahuan luas baik dibidang politik, sosial, ekonomi maupun soal-soal
keagamaan.
5. Teguh
pendirian dalam menjalankan pemerintahan, membangun bangsa, serta mengembangkan
kehidupan beragama.
6. Tidak
cacat secara fisik.
7. Dipilih
oleh rakyat.
Jadi sobat, ingatlah menjadi
seorang pemimpin itu tidak mudah. Akan banyak rintangan dan cobaanya. Tapi
ketika dapat menunaikan amah itu dengan baik, niscaya Allah membalasnya dengan
balasan yang sangat baik seperti dalam hadits diatas tadi. “Mendapatkan naungan
Allah pada hari yang tidak ada lagi naungan, kecuali naungn-Nya.” Wallahua’lambishawab...
Minggu, 24 Februari 2013
Hijb Tahrir
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Islam adalah
ajaran agama yang benar, yang bersumber dari Allah swt. Agama ini adalah agama
yang rahmatan lil’alamin, rahman bagi
seluruh alam, dibawa oleh Nabi yang paling baik akhlaknya yaitu Nabi Muhammad
saw. Sejak zaman Nabi sampai sekarang islam telah menyebar ke seleluruh penjuru
dunia. Islam mengalami beberapa masa. Diantaranya: kejayaan, kemunduran dan
berkembang kembali.
Pada masa perkembangannya Islam telah melahirkan
jam’iah islamiah dan harakah-harakah. Kedua hal ini lahir atas kesadaran
melaksaankan syariat Allah dimuka bumi ini. Tapi dalam kenyataanya tidak
sedikit ummat muslim yang kurang mengerti atau tidak tahu sama sekali mengenai kedua
hal ini.
Maka
dari itu, makalah tsaqafah arabiah dengan judul Hizbu Tahrir ini dibuat
dengan tujuan untuk mengetahui dan memahami apa itu harakah, khususnya harakah
Hizbut Tahrir ini.
B.
RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diats dapat dirumuskan beberapa masalah,
diantarnya.
1.
Bagaimana sejarah lahirnya Hizbut Tahrir?
2. Apa landasan dan Fikrah Hizbut Tahrir?
3. Bagaimana keanggotaan dan metode perjuangan
Hizbut Tahrir?
4. Bagaimana Hizbut Tahrir masuk ke indonesia?
5. Adakah kuarangan yang terdapat dalam Hizbut
Tahrir?
C.
TUJUAN
Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan dibuatnya makalah ini,
diantaranya.
1.
Mengetahui sejarah lahirnya harakah Hizbut Tahrir.
2. Mengetahui landasan dan Fikrah Hizbut
Tahrir.
3. Mengetahui keanggotaan dan metode perjuangan
Hizbut Tahrir.
4. Mengetahui sejarah Hizbut Tahrir masuk ke indonesia.
5. Mengetahui kekurangan dalam harakah Hizbut
Tahrir.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Sejarah Hizbut Tahrir
1. Berdirinya
Hizbut Tahrir
Hizbut Tahrir atau Hizb ut-Tahrir (Arab: Øزب التØرير; Inggris: Party of Liberation;
Indonesia: 'Partai Pembebasan') awalnya bernama 'Partai Pembebasan Islam (hizb
al-tahrir al-islami)' adalah partai politik berideologi Islam didirikan
pada tahun 1952 di Al Quds, Palestina berdasarkan aqidah Islam. Didirikan oleh Taqiyyuddin
An Nabhani (1905-1978) atau di Indonesia
dikenal dengan Syekh Taqiyyuddin An Nabhani. (id.wikipedia.org)
pengumuman mengenai pembentukan Hizbut Tahrir telah
tersiar di Harian Ash Sharih edisi 14 Maret 1953, pada saat Syeikh Taqiyuddin
mengajukan permohonan resmi kepada Departemen Dalam Negeri Yordania. Di dalam
surat itu, terdapat permohonan agar Hizbut Tahrir diperbolehkan melakukan
aktivitas politiknya. Di dalam surat tersebut juga, terdapat pula struktur
organisasi Hizbut Tahrir dengan susunan sebagai berikut:
1.
Taqiyuddin An-Nabhani, sebagai pemimpin/ketua Hizbut Tahrir.
2. Dawud Hamdan, sebagai wakil pemimpin merangkap
Setiausaha.
3. Ghanim Abduh,
sebagai Bendahara.
4. Dr. Adil
An-Nablusi, sebagai anggota.
5. Munir Syaqir, sebagai anggota.
Sejak saat itulah berdiri Hizbut Tahrir berdiri pada tahun 1953 di
Al-Quds-Palestina Palestina. Gerakan yang menitik beratkan perjuangan
membangkitkan umat di seluruh dunia untuk mengembalikan kehidupan Islam melalui
tegaknya kembali Khilafah Islamiyah ini.
Hizbut Tahrir kini telah berkembang ke seluruh negara Arab di Timur
Tengah, termasuk di Afrika seperti Mesir, Libya, Sudan dan Aljazair. Juga ke
Turki, Inggris, Perancis, Jerman, Austria, Belanda, dan negara-negara Eropa
lainnya hingga ke Amerika Serikat, Rusia, Uzbekistan, Tajikistan, Kirgistan,
Pakistan, Malaysia, Indonesia, dan Australia.
Hizbut Tahrir adalah sebuah partai politik yang
berideologi Islam. Politik merupakan kegiatannya, dan Islam adalah ideologinya.
Hizbut Tahrir bergerak di tengah-tengah umat, dan bersama-sama mereka berjuang
untuk menjadikan Islam sebagai permasalahan utamanya, serta membimbing mereka
untuk mendirikan kembali sistem khilafah. Hizbut Tahrir merupakan
organisasi politik, bukan organisasi kerohanian (seperti tarekat), bukan
lembaga ilmiah (seperti lembaga studi agama atau badan penelitian), bukan
lembaga pendidikan (akademis), dan bukan pula lembaga sosial (yang bergerak di
bidang sosial kemasyarakatan). (jbptunikompp-gld-demazfauzi-22695-4-unikom_d-i.pdf.)
2. Sejarah pendiri
Hizbut Tahrir
Berdasarkan data yang kami ambil dari jbptunikompp-gld-demazfauzi-22695-4-unikom_d-i.pdf. Syeikh Muhammad Taqiyuddin bin Ibrahim bin
Musthafa bin Ismail bin Yusuf An-Nabhani. Gelaran
“an-nabhani” dikatkan kepada kabilah (suku) Bani Nabhan, yang termasuk
orang Arab penghuni padang sahara di Palestina. Mereka bermukim di daerah Ijzim
yang termasuk dalam wilayah Haifa di Palestin Utara.
Syeikh An-Nabhani dilahirkan di daerah Ijzim pada
tahun 1909. Beliau mendapat pendidikan awal dari ayahnya sendiri yaitu seorang
alim yang faqih fid-din (memahami ilmu agama). Ayah beliau seorang
pengajar ilmu-ilmu syariat di Kementerian Pendidikan Palestina. Ibunya juga
menguasai beberapa cabang ilmu syariat, yang diperoleh dari kakeknya, Syeikh
Yusuf bin Ismail bin Yusuf an-Nabhani. Beliau adalah seorang qadhi (hakim),
penyair, sastrawan, dan salah seorang ulama terkemuka dalam Daulah Utsmaniyah.
Masa pertumbuhan Syeikh Taqiyuddin dalam
suasana keagamaan seperti itu, ternyata mempunyai pengaruh yang besar dalam
pembentukan keperibadian dan pandangan hidupnya. Syeikh Taqiyuddin telah
menghafal Al-Quran dalam usia yang amat muda, yaitu sebelum beliau mencapai
umur 13 tahun. Beliau banyak mendapat pengaruh dari kakeknya, Syeikh Yusuf
an-Nabhani dalam banyak hal. Syeikh Taqiyuddin juga sudah mulai mengerti
masalah-masalah politik yang penting, dimana kakek beliau menempuh atau pun
mengalami peristiwa-peristiwa tersebut secara langsung kerana hubungannya yang
rapat dengan para Khalifah Daulah Utsmaniyah saat itu. Beliau banyak
menimba ilmu melalui majelis-majelis dan diskusi-diskusi fiqih yang
diselenggarakan oleh kakeknya.
Kecerdasan dan kecerdikan Syeikh Taqiyuddin
yang menonjol tatkala mengikuti majelis-majelis ilmu tersebut telah menarik
perhatian kakeknya. Oleh sebab itu, kakek beliau begitu memperhatikan Syeikh
Taqiyuddin dan berusaha meyakinkan ayah beliau –Syeikh Ibrahim bin
Musthafa– mengenai perlunya mengirimkan Syeikh Taqiyuddin ke al-Azhar
untuk melanjutkan pendidikan beliau dalam ilmu syariat.
Setelah menyelesaikan pendidikannya, Syeikh Taqiyuddin
an-Nabhani kembali ke Palestina, dan kemudian bekerja sebagai seorang guru di
sebuah sekolah menengah yang bertempat di Haifa di bawah Kementerian Pendidikan
Palestina. Di samping itu, beliau juga mengajar di sebuah Madrasah Islamiyyah
lain disana.
Beliau sering berpindah-randah lebih dari satu daerah
dan sekolah semenjak tahun 1932 sehingga tahun 1938. Beliau kemudiannya
mengajukan permohonan untuk bekerja di Mahkamah Syariat, karena beliau melihat
pengaruh imperialis Barat (westernisasi) dalam bidang pendidikan yang
ternyata lebih besar daripada bidang peradilan.
Setelah Syeikh Taqiyuddin an-Nabhani melihat
kenyataan seperti di atas, lalu beliau menjauhi bidang pengajaran dalam
Kementerian Pendidikan, dan mulai mencari pekerjaan lain dengan pengaruh
peradaban Barat yang relatif lebih sedikit. Beliau tidak melihat pekerjaan yang
lebih utama selain pekerjaan di Mahkamah Syariat yang dipandangnya merupakan
lembaga yang menerapkan hukum-hukum syara.
Berangkat dari keyakinan itu, Syeikh Taqiyuddin
sangat berkeinginan untuk bekerja di Mahkamah Syariat. Disamping itu, banyak
kawan beliau (yang pernah sama-sama belajar di al-Azhar) bekerja di sana.
Dengan bantuan mereka, Syeikh Taqiyuddin akhirnya diberi jabatan sebagai
sekretaris di Mahkamah Syariat Beisan. Beliau kemudian dipindahkan ke Thabriya.
Namun demikian, kerana beliau mempunyai cita-cita dan pengetahuan dalam masalah
peradilan, maka beliau mengajukan permohonan kepada al-Majlis al-Islami al-A’la,
agar menerima permohonannya untuk mendapatkan tanggungjawab menangani
peradilan. Dalam hal ini, beliau merasakan dirinya mempunyai kelayakan yang
mencukupi untuk menangani masalah peradilan.
Setelah lembaga peradilan menerima permohonannya,
lalu beliau ke Haifa sebagai Sekretaris Jenderal (Basy Katib) di
Mahkamah Syariat Haifa. Kemudian pada tahun 1940, beliau diangkat sebagai Musyawir
(asisten hakim) dan beliau terus memegang kedudukan ini hingga tahun 1945,
yakni saat beliau dipindah ke Ramallah untuk menjadi qadhi (hakim) di
Mahkamah Ramallah sehingga tahun 1948. Setelah itu, beliau keluar dari Ramallah
menuju Syam setelah Palestina jatuh ke tangan Yahudi.
Pada tahun 1948 itu pula, sahabatnya al-Ustadz Anwar
al-Khatib mengirim surat kepada beliau, yang isinya meminta beliau agar kembali
ke Palestina untuk diangkat sebagai qadhi (hakim) di Mahkamah Syariat
al-Quds. Syeikh Taqiyuddin menerima permintaan itu dan kemudian beliau
diangkat sebagai qadhi (hakim) di Mahkamah Syariah al-Quds pada tahun
1948.
Al Ustadz Abdul Hamid As-Sa’ih yaitu Ketua Mahkamah
Syariat dan Ketua Mahkamah Isti’naf pada waktu itu, telah mengangkat Syeikh
Taqiyuddin sebagai anggota Mahkamah Isti’naf, dan beliau tetap
memegang kedudukan itu sehingga tahun 1950. Pada tahun 1950 inilah, beliau lalu
mengajukan permohonan mengundurkan diri, kerana beliau mencalonkan diri untuk
menjadi anggota Majelis Niyabi (Majlis Perwakilan).
Pada tahun 1951, Syeikh an-Nabhani berkunjung
ke kota Amman untuk menyampaikan ceramah-ceramahnya kepada para pelajar
Madrasah Tsanawiyah di Kulliyah Ilmiyah Islamiyah. Usaha beliau ini sehingga
awal tahun 1953, ketika beliau mulai sibuk dengan mengembangkan Hizbut Tahrir,
yang telah beliau rintis antara tahun 1949 hingga 1953.
Syeikh Taqiyuddin An-Nabhani meninggal pada
tahun 1398H / 1977M dan dikuburkan di pemakaman Al-Auza’i, Beirut. Beliau telah
meninggalkan karya-karya agung yang dapat dianggap sebagai kekayaan pemikiran
yang tak ternilai harganya. Karya-karya ini menunjukkan bahwa Syeikh Taqiyuddin
An-Nabhani merupakan seorang yang mempunyai pemikiran yang genius dan seorang
penganalisis yang unggul. Beliaulah yang menulis seluruh pemikiran dan
pemahaman Hizbut Tahrir, baik yang berkenaan dengan hukum-hukum syara maupun
yang lainnya seperti masalah ideologi, politik, ekonomi, sosial, pendidikan,
dan sebagainya.
3.
Latar Belakang berdirinya Hizbut Tahrir
Hizbut
Tahrir didirikan dalam rangka memenuhi seruan Allah SWT. : “(Dan) hendaklah
ada di antara kalian segolongan umat (jamaah) yang menyeru kepada kebaikan
(mengajak memilih kebaikan, yaitu memeluk Islam), memerintahkan kepada yang
ma’ruf dan melarang dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS.
Ali Imran: 104)
Hizbut
Tahrir bermaksud membangkitkan kembali umat Islam dari kemerosotan yang amat
parah, membebaskan umat dari ide-ide, sistem perundang-undangan, dan
hukum-hukum selain Islam, serta membebaskan mereka dari cengkeraman dominasi
dan pengaruh negara-negara non muslim. Hizbut Tahrir bermaksud juga membangun
kembali Daulah Khilafah Islamiyah di muka bumi, sehingga hukum yang
diturunkan Allah SWT dapat diberlakukan kembali. (
jbptunikompp-gld-demazfauzi-22695-4-unikom_d-i.pdf.)
B. Landasan dan Fikrah
Hizbut Tahrir
1. Landasan
Pemikiran Hizbut Tahrir
Hizbut Tahrir selama ini melakukan serangkaian pengkajian, penelitian, dan
studi terhadap keadaan umat dan kemerosotan yang dideritanya. Pada saat yang
sama, Hizbut Tahrir juga melakukan serangkaian penelaahan—sebagai perbandingan,
penerj.—terhadap situasi masa Rasulullah saw, masa Khulafaur Rasyidin, dan masa
tâbi‘în. Upaya ini dilakukan dengan senantiasa merujuk pada Sirah Rasulullah
saw. dan metode beliau dalam mengemban dakwah (sejak awal hingga beliau berhasil
mendirikan Daulah Islam di Madinah), serta dengan melakukan studi tentang
bagaimana perjalanan hidup beliau di Madinah.
Upaya ini juga dilakukan dengan senantiasa merujuk pada Kitabullah, Sunnah
Rasul-Nya, serta apa yang ditunjukkan oleh keduanya, yakni Ijma Sahabat dan
Qiyas, di samping merujuk pula pada berbagai pendapat para imam mujtahid.
Setelah melakukan serangkaian upaya di atas, Hizbut Tahrir lalu memilih dan
menetapkan ide-ide, pendapat-pendapat, dan hukum-hukum; baik secara konseptual
(fikrah) maupun metode operasionalnya (thariqah). Semua itu merupakan ide-ide,
pendapat-pendapat, dan hukum-hukum Islam semata; tidak ada satu pun yang tidak
Islami; tidak pula dipengaruhi oleh sesuatu yang tidak bersumber dari Islam.
Semuanya bersumber secara utuh dan murni dari Islam, tidak bersandar pada dasar-dasar
selain Islam dan nash-nash syariatnya. Selain itu, partai ini senantiasa
bersandar pada pemikiran (akal sehat) dalam menetapakan semua itu.
Hizbut Tahrir telah memilih dan menetapkan ide-ide, pendapat-pendapat, dan
hukum-hukum tersebut sesuai dengan ketentuan yang diperlukan dalam
perjuangannya. Semua itu adalah dalam rangka melangsungkan kehidupan Islam dan
mengemban dakwah Islam ke seluruh penjuru dunia, dengan cara mendirikan kembali
dawlah-khilafah dan mengangkat seorang khalifah. Ide-ide, pendapat-pendapat,
dan hukum-hukum yang telah dipilih dan ditetapkan oleh Hizbut Tahrir telah
dihimpun di dalam buku-buku (baik yang dijadikan sebagai materi pokok pembinaan
ataupun sebagai materi pelengkap) dan sejumlah selebaran. Semua itu telah
diterbitkan dan disebarkan di tengah-tengah umat. Berikut ini adalah beberapa
buku yang telah diterbitkan oleh Hizbut Tahrir, yaitu :
- Kitab Nizhâm al-Islâm (Islam Struktural).
- Kitab Nizhâm al-H ukm fî al-Islâm (Sistem Pemerintahan Islam).
- Kitab An-Nizhâm al-Iqtishâdî fî al-Islâm (Sistem Ekonomi Islam).
- Kitab An-Nizhâm al-Ijtimâ‘î fî al-Islâm (Sistem Pergaulan Pria-Wanita dalam Islam).
- Kitab At-Takattul al-H izbî (Politik Partai: Strategi Partai Politik Islam).
- Kitab Mafâhm H izbut Tahrîr (Pokok-pokok Pikiran Hizbut Tahrir).
- Kitab Ad-Dawlah al-Islamiyyah (Daulah Islam).
- Kitab Asy-Syakhshiyyah al-Islâmiyyah (Membentuk Kepribadian Islam, tiga jilid).
- Kitab Mafâhîm Siyâsah li Hizbut Tahrir (Pokok-pokok Pikiran Politik Hizbut Tahrir).
- Kitab Nadharât Siyâsiyah li Hizbut Tahrir (Beberapa Pandangan Politik menurut Hizbut Tahrir).
- Kitab Muqaddimah ad-Dustûr (Pengantar Undang-undang Negara Islam)
- Kitab Al-Khilâfah (Khilafah).
- Kitab Kayfa Hudimat al-Khilâfah (Dekonstruksi Khilafah: Skenario di Balik Runtuhnya Khilafah Islam).
- Kitab Nizhâm al-‘Uqûbât (Sistem Peradilan Islam).
- Kitab Ahkâm al-Bayyinât (Hukum-hukum Pembuktian dalam Pengadilan)
- Kitab Naqd al-Isytirâkiyyah al-Marksiyah (Kritik atas Sosialisme-Marxis).
- Kitab At-Tafkîr (Nalar Islam: Membangun Daya Pikir).
- Kitab Sur‘ah al-Badîhah (Mempercepat Proses Berpikir).
- Kitab Al-Fikr al-Islâmî (Bunga Rampai Pemikiran Islam).
- Kitab Naqd an-Nadhariyah al-Iltizâmi fî Qawânîn al-Gharbiyyah (Kritik atas Teori Stipulasi dalam Undang-undang Barat).
- Kitab Nidâ’ Hâr (Panggilan Hangat dari Hizbut Tahrir untuk Umat Islam).
- Kitab As-Siyâsah al-Iqtishâdhiyyah al-Mutsla (Politik-Ekonomi Islam).
- Kitab Al-Amwâl fî Dawlah al-Khilâfah (Sistem Keuangan dalam Negara Khilafah).
- Struktur Daulah Khilafah Islamiyah
- Min Muqowwimat an Nafsiyyah Al Islamiyyah (Pilar-pilar nafsiyah Islamiyah)
Di samping itu, terdapat ribuan selebaran-selebaran, buklet-buklet, dan
diktat-diktat (surat-surat terbuka kepada para penguasa dan pemimpin gerakan
politik) yang dikeluarkan oleh Hizbut Tahrir sejak berdirinya sampai sekarang. (wikipedia.org)
2. Fikrah Hizbut
Tahrir
Fikrah (pemikiran) yang dijadikan landasan bagi Hizbut
Tahrir telah merasuk dalam diri pengikutnya, yang selalu diusahakan agar
menjadi bagian dari umat serta yang dijadikan sebagai perkara utama mereka
adalah fikrah Islam, yaitu berupa akidah Islam serta seluruh ide yang
lahir dari akidah, termasuk seluruh hukum yang dibangun di atas akidah tadi.
Hizbu Tahrir telah mengadopsi dari fikrah Islam ini perkara-perkara yang
diperlukan oleh sebuah partai politik yang bertujuan ingin mewujudkan Islam di
tengah-tengah kehidupan masyarakat, yaitu dengan meraukkan Islam ke dalam
system pemerintahan, hubungan (interaksi) antara masyarakat, dan seluruh aspek
kehidupan.
Hizbut Tahrir telah menjelaskan segala sesuatu yang diadopsinya itu
secara terperinci dalam buku-buku dan selebaran-selebaran, disertai dengan
keterangan-keterangan, dalil-dalil yang rinci untuk setiap hokum, pendapat,
pemikiran dan persepsinya. Berikut ini adalah beberapa contoh secara garis
besar tentang hokum, pemikiran, persepsi dan pendapat Hizbut Tahrir yang paling
menonjol :
a. Akidah (keyakinan) Islam
Akidah Islam adalah percaya kepada Alloah SWT. Malaikat-Nya,
Kitab-Kitab Allah, Rasul-Nya, hari Kiamat, dan iman kepada qada-daqar baik
atau buruknya dating dari Allah SWT.
b. Kaidah-Kaidah (rumusan) Syara (agama)
Asal dari perbuatan (selalu) terikat dengan
hukum syara. Jadi tidak boleh mengerjakan sesuatu kecuali setelah
mengetahui lebih dulu hukumya. Asal (hukum) dari sesuatu (barang atau materi)
adalah ibahan (boleh) selama belum ada dalil yang mengharamkannya.
Seorang muslim seacra syari diperintahkan untuk menyesuaikan seluruh
perbuatannya dengan hukum syara berdasrkan firman-Nya :
“Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakekatnya)
tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu (Muhammad) hakim terhadap
perkara-perkara yang mereka perselisihkan.” (QS An Nisa : 65)
c. Definisi-Defini Syara (agama)
Definisi hukum syara adalah seruan (khitab) syari yang berkaitan
dengan perbuatan hamba (manusia). Sedangkan definisi wajib adalah sesuatu yang
diminta dengan seruan yang bersifat pasti, atau sesuatu yang
diberikan pahala bagi bagi yang melakukannya dan disiksa bagi bagi yang
meninggalkannya. Haram adalah sesuatu yang dilarang dengan ketentuan yang
bersifat pasti, atau disiksa bagi yang melakukannya.
d. Definisi-Defini Bukan Syara (agama)
Definisi yang masuk kategori ini misalnya definisi tentang al
fikri (pemikiran), thariqah aqliyah (pola pikir rasional) thariqah
ilmiah (pola piker ilmiah) ataupun tentang masyarakat. Semuanya berhubungan
dengan fakta. (jbptunikompp-gld-demazfauzi-22695-4-unikom_d-i.pdf.)
C. Keanggotaan
Hizbut Tahrir dan Metode Perjuangan Hizbut Tahrir
1. Keanggotaan
Hizbut Tahrir
Hizbut Tahrir
menerima anggota dari kalangan umat Islam, baik pria maupun wanita, tanpa
memperhatikan lagi apakah mereka keturunan Arab atau bukan, berkulit putih
ataupun hitam. Hizbut Tahrir adalah sebuah partai untuk seluruh umat Islam.
Partai ini menyerukan kepada umat untuk mengemban dakwah Islam serta mengambil
dan menetapkan seluruh aturan-aturannya tanpa memandang lagi ras-ras
kebangsaan, warna kulit, maupun mazhab-mazhab mereka.
Hizbut Tahrir
melihat semuanya dari pandangan Islam. Para anggota dan aktivis Hizbut Tahrir
dipersatukan dan diikat oleh akidah Islam, kematangan mereka dalam penguasaan
ide-ide (Islam) yang diemban oleh Hizbut Tahrir, serta komitmen mereka untuk
mengadopsi ide-ide dan pendapat-pendapat Hizbut Tahrir. Mereka sendirilah yang
mengharuskan dirinya menjadi anggota Hizbut Tahrir, setelah sebelumnya ia
terlibat secara intens dengan Hizb; berinteraksi langsung dengan dakwah bersama
Hizb; serta mengadopsi ide-ide dan pendapat-pendapat Hizb. Dengan kata lain,
ikatan yang mengikat para anggota dan aktivis Hizbut Tahrir adalah akidah Islam
dan tsaqâfah (ide-ide) Hizb yang sepenuhnya diambil dari dari akidah ini.
Halaqah-halaqah atau pembinaan wanita di dalam tubuh Hizbut Tahrir terpisah
deri halaqah-halaqah pria. Yang memimpin halaqah-halaqah wanita adalah para
suami, para muhrimnya, atau sesama wanita. (wikipedia.org)
2. Metode
Perjuangan Hizbut Tahrir
Berdasrkan data
dari (jbptunikompp-gld-demazfauzi-22695-4-unikom_d-i.pdf.) Hizbut
Tahrir menjelaskan bahwa metode perjuangannya dalam mengemban dakwah adalah
hukum syariat yang diambil dari thariqah (metode) perjuangan Rasul saw.
Selama aktivitas beliau mengemban dakwah. Hal ini karena metode Rasul wajib
diikuti sesuai dengan firman Alloh SWT. :
“Sesungguhnya telah ada pada diri Rasulullah
itu tauladan yang baik bagi kalian, yaitu bagi orang yang mengharapkan rahmat
dari Alloh dan kedatangan Hari Kiamat serta banyak menyebut Allah.” (QS. Al
Ahzab : 21)
“Katakanlah, jika kalian benar-benar mencintai
Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosa kalian
Allah Maha Pengampung lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imran : 31)
“Dan
apa saja yang Rasul bawa kepada kalian, terimalah, apa saja yang dia larang
atas kalian, tinggalkanlah.” (Al
Hars : 7)
Hizbut Tahrir menambahkan bahwa dengan menjelaskan
bahwa orang yang menelaah sirah (sejarah) Rasul saw. Di Makkah hingga
beliau mendirikan negara Islam di Madinah Al Munawwarah, akan menemukan
bahwa beliau menempuh beberapa marhalah (tahapan) yang mudah diketahui
bagi orang yang mempelajarinya. Beliau melaksanakan aktivitas tertentu yang
terkenal. Dari sirah Rasul itulah Hizbut Tahrir menetapkan metode dan
tahapan (marhalah) perjuangannya serta aktivitas yang wajib dilaksanakan
pada masing-masing tahapan. Semua itu sebagai upaya untuk meneladani Rasul saw.
Dalam tahapan-tahapan perjuangan beliau.
Berdasarkan hal ini, Hizbut Tahrir menetukan metode
perjuangannya dalam tida tahapan. Pertama, tahap pembinaan (marhalah
at tasqif), yaitu membina orang-orang yang meyakini fikrah dan taroqah
(metode) Hizbut Tahrir. Pembinaan ini dilakukan untuk membentuk kautlah (organisasi/partai).
Hizbu Tahrir menjelaskan, mulai menapaki tahap
pertamanya di Kota Al Quds tahun 1953 di tangan pendirinya Syeikh Taqiyyudin
An Nabhani. Hizbut Tahrir berhasil mewujudkan Kutlah Hizbiyyah (organisasi
kepartaian). Masyarakat telah merasakan dan mengetahui keberadaannya serta
mengetahui pemikiran-pemikiran yang diserukan oleh Hizbut Tahrir pada tahap
ini. Kemudian setelah itu Hizbut Tahrir bertransformasi ke tahap yang kedua
tahun 1958 ketika Hizbut Tahrir mulai menyeru masyarakat dengan seruan secara jamai.
Kedua, tahap
berinteraksi bersama umat (marhalah tafaul maal ummah) agar umat
mengemban Islam hingga menjadikan penerapan Islam sebagai permasalahan bagi
umat, agar umat beraktivitas untuk mewujudkan Islam di tengah-tengah realita
kehidupan.
Pada tahap kedua ini, Hizbut Tahrir melakukan
aktifitas sebagai berikut :
1.
Tasqif Al Murakkazah (pembinaan intensif) di dalam halaqah (kelompok
kecil) bagi individu-individu. Hal ini untuk menumbuhkembangkan tubuh Hizb,
memperbanyak populasinya serta mewujudkan pribadi-pribadi yang mampu mengemban
dakwah dan terjun dalam kancah pergolakannya pemikiran dan perjuangan politik
atau seperti diungkapkan Sayyid Abu Jamal yang dikutip oleh Za`rur :
“mewujudkan syabab (para pemuda)-sebutan untuk para aktivis Hizbut
Tahrir- yang memahami Tsaqafah kepartaian dan memiliki kesiapan
berkorban dan mengemban dakwah.” (Za`rur, 2009 : 215)
2.
Tasqif Al Jamiyyah (pembinaan umum) bagi masyarakat luas dengan
pemikiran-pemikiran Islam dan hokum-hukum Islam yang diadopsi Hizbut Tahrir.
Pembinaan umum ini dilakukan melalui ceramah, diskusi, dan melalui pembelajaran
di masjid-mesjid, balai-balai pertemuan dan di tempat berkumpulnya masyarakat
umum, juga dilakukan melalui lembaran-lembaran, buku-buku, dan
selebaran-selebaran.
3. Syira Al Fikri (pergolakan pemikiran)
terhadap akidah-akidah (keyakinan), sistem-sistem dan pemikiran kufur, juga
terhadap akidah-akidah yang rusak, pemikiran-pemikiran yang salah dan
konsep-konsep yang keliru. Hal ini dilakukan dengan menjelaskan kekeliruan,
kesalahan dan pertentangannya dengan Islam. Hal ini ditujuka untuk membebaskan
umat darinya dan dari pengaruhnya.
4. Al
Kifah Assiyasi (perjuangan politik) yang tercermin dalam menentang
negara-negara kafir penjajah yang memiliki kekuasaan dan pengaruh di
negeri-negeri Islam yang tercermin dalam menentang penjajahan dengan segala
bentuknya baik pemikiran, politik, ekonomi, maupun militer, juga tercermin
dalam menyingkap strateginya, menjelaskan makar-makarnya. Semua itu untuk
membebaskan umat dari dari penguasaan negara-negara non muslim dan dari segala
pengaruhnya. Perjuangan politik ini juga tercermin dalam menentang para
penguasa di negeri-negeri Arab dan negeri-negeri Islam, menyingkap
persekongkolan mereka dan mengoreksi mereka, serta mengubah mereka ketika
menghancurkan hak-hak umat, lalai dalam melaksanakan kewajiba-kewajiban mereka
terhadap umat, mengabaikan salah satu urusan umat dan setiap kali mereka
menyalahi hukum-hukum Islam. Perjuangan politik ini juga tercermin dalam
aktivitas menanggalkan kekuasaan mereka untuk menegakan hukum Islam pada tempat
yang seharusnya (ditetapkan).
5. Tabanni Masalil Ummah (mengadopsi
kemaslahatan umat) dan memelihara segala urusan umat sesuai dengan hukum-hukum
syariat.
Hizbut Tahrir terus berada terus berada pada tahap ini hingga tahun 1965
tatkala setelah itu Hizbut Tahrir bertransformasi ke aktivitas tahap ketiga,
yaitu tahap penerimaan pemerintahan (Istilam Al Hukm).
Ketiga, tahap menerima kekuasaan pemerintahan dan menerapkan Islam
(marhalah istilam alhukm wa tahbiq alislam) dengan penerapan yang menyeluruh
dan umum, lalu mengemban Islam ke seluruh dunia.
D. Hizbut Tahrir
Indonesia
Berdasarkan data dari Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) _ Lazuardi Birru.htm
Hizbut Tahrir masuk ke Indonesia dengan banyak versi. Ada yang mengatakan
HT masuk ke Indonesia pada awal dekade tahun 1980-an, dengan merintis dakwah di kampus-kampus besar di
seluruh Indonesia, namun menurut
Muhammad Iqbal Ahnaf, ide-ide Hizbut Tahrir telah hadir di Indonesia sejak
Taqiyudin an-Nabhani mengunjungi Indonesia pada tahun 1972. Sayangnya tidak dapat dijelaskan lebih rinci daerah,
kota dan gerakan dakwah/ormas mana saja yang sempat dikunjungi oleh Amir
pertama Hizbut Tahrir ini. Uniknya pada tahun ini pula, Syaikh Yusuf Qardhawi
mampir ke Indonesia. Qardhawi membawa oleh-oleh buku untuk KH. Abdullah
Syafi‟i, guru dari Ust Rakhmat Abdullah (founding fathers Jamaah
Tarbiyah).
Oleh karena
itu, sulit sekali menelusuri sejarah HTI di era dekade 1970-an, karena jarang
ada tulisan perihal sejarah HT masuk Indonesia, bahkan boleh dikatakan serba
misteri. Aktivitas HTI hanya bisa dilacak pada tahun 1982. Hizbut Tahrir
diperkenalkan kepada Indonesia oleh Abdurrahman al-Baghdadi, pimpinan Hizbut
Tahrir di Australia, yang pindah ke Bogor atas undangan KH Abdullah bin Nuh,
pimpinan Pesantren Al-Ghazali dan dosen di Fakultas Sastra Universitas
Indonesia (UI). Selama tinggal di Bogor, ia berinteraksi dengan banyak aktivis
Muslim dari masjid Al-Ghifari, yang merupakan markas besar aktivis Muslim di
Institut Pertanian Bogor (IPB). Seperti
halnya Gerakan Tarbiyah, gerakan ini disebarkan dan berkembang secara pesat
melalui jaringan “dakwah kampus”.
Pemikiran-pemikiran
HT yang diperkenalkan oleh al-Baghdadi ternyata mampu memincut perhatian para
aktivis mesjid kampus. Kemudian dibuatlah halaqah-halaqah
(pengajian-pengajian kecil) untuk mengeksplorasi gagasan-gagasan HT. Gerakan
dakwah Hizbut Tahrir pada era 1990-an semakin merambah ke masyarakat, melalui
berbagai aktivitas dakwah di masjid, perkantoran, perusahaan, dan perumahan.
Sepanjang rezim Orde baru berkuasa, HTI masih menjalankan metode dakwah dan
pembinaan dengan mengadopsi prinsip tanzim siri (organisasi rahasia).
Berapa jumlah anggota dan siapa saja yang ada dalam struktur kepengurursan
organisasi juga tidak pernah dipublikasikan. Sebagian
dari aktivis HTI hingga kini memakai nama samaran untuk menutupi identitasnya.
Nama-nama samaran berbau ke Arab-araban, misalnya Muhammad al-Khattath, Abu
fuad, Abu dzar al-Ghifari, Taqiyudin al-baghdady, Salman al-Farisi dan
nama-nama sejenisnya. Seperti mantan DPP HTI Muhammad al-Khattath yang kini
aktif sebagai Sekjen FUI, ternyata nama aslinya adalah Gatot. Alasan para
aktivis HTI untuk menyamarkan dan merahasiakan berbagai aktivitas dakwahnya
ataupun jumlah anggotanya, adalah sebagai upaya perlindungan diri selama era
Orde baru yang menganut haluan kebijakan politik “sapu bersih” terhadap kelompok
Islam radikal.
Pasca
reformasi yang ditandai dengan kebebasan yang semakin terbuka merupakan
prakondisi yang kondusif bagi Hizbut Tahrir Indonesia untuk tampil ke
permukaan. Pemikiran dan ideologi HTI mulai menyebarkan di luar Bogor melalui
jaringan kampus yang dikenal sebagai Lembaga Dakwah Kampus (LDK) di beberapa
universitas seperti UNPAD Bandung, UI Jakarta, UGM Yogyakarta, IKIP Malang,
UNAIR Surabaya, IKIP Surabaya, UNHAS Makassar—semuanya merupakan kampus-kampus
“Sekuler”—dan dengan cepat mampu mencapai setiap provinsi di negeri ini.
Penetrasi dakwah HTI dibuktikan juga dengan upaya memobilisasi sekitar 5000
pendukung untuk menghadiri konferensi internasional tentang Khilafah
Islamiyah di Jakarta pada tanggal 28 Mei 2000.
Meskipun demikian, dalam penelitian M. Zaki Mubarak, perkembangan Hizbut
Tahrir di Indonesia sampai saat ini masih merangkak dalam tahapan pembinaan dan
pengkaderan (marhalah tatsqif) dan kalaupun lebih maju, baru beberapa
langkah saja menyentuh tahapan interaksi dengan umat (marhalah tafa’ul ma’al
ummah).
Dalam kondisi berinteraksi dengan umat itu, Hizbut Tahrir di Indonesia
sambil lalu mengkampanyekan konsep doktrin khilafah islamiyah sebagai
antitesis ideologis yang siap menandingi, bahkan mengganti posisi konsep
negara-bangsa (NKRI) yang sudah dianggap final bagi Indonesia, yang secara
otomatis doktrin tersebut membangkitkan seteru abadinya, yaitu Islam Subtantif.
Sejumlah elit organisasi sosial-keagamaan, terutama NU dan Muhammadiyah,
menjadi gerah dengan menuduhnya sebagai organisasi makar yang hidup dengan
mendompleng demokrasi. Ahmad Syafii Ma’arif, misalnya, menyebut secara spesifik
kepada HTI sebagai manifestasi Islam transnasional.
E. Beberapa
Kekuarangan yang terdapat dalam Hizbut Tahrir
Kami menemukan
beberpa kekurangan-kekurangan dalam Hizbut Tahrir yang kami baca dalam sebuah
blog yang beralamtkan http://aslibumiayu.wordpress.com/2012/05/24/apa-itu-gerakan-hizbut-tahrir-banyak-sekali-yang-tertipu-dengan-dalih-pendirian-khilafahnya-padahal/ Tulisan ini dibuat oleh seorang ustadz yang bernama Ustadz Arif Fathul Ulum bin Ahmad Saifullah yang
bersuber dari Majalah AL FURQONEdisi 4 no. 118 thn ke 11 Dzulqo’dah
1432H/Okt-Nov 2011M.
Alasan kami
mencantumkan hal ini adalah, kami ingin mengetahui apakah
penyimpangan-penyimpangan ini benar atau tidaknya. Kami harap Ustadz dapat
menjelaskanya lebih rinci dan mengoreksi makalah ini.
Menurut Ustadz
Arif Fathul Ulum bin Ahmad Saifullah,
1. Rasionalismu Hizbut Tahrir.
Kelompok Hizbut Tahrir di dalam memahami Islam
secara terang-terangan meninggalkan pemahaman para sahabat Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menggantinya dengan pemahaman pemimpin
pertama mereka dan pendiri kelompok mereka yaitu Taqiyuddin an-Nabhani yang
banyak terpengaruh oleh pemikiran Mu’tazilah. Syaikh Muhammad Nashiruddin
al-Albani rahimahullah berkata : “Dari sini kita meletakkan satu titik dalam
dakwah Hizbut Tahrir bahwasanya mereka terpengaruh oleh Mu’tazilah dalam dasar
pijakan mereka mengenai jalan keimanan (thariqul iman). Jalan keimanan
(thariqul iman) ini adalah sebuah judul pembahasan mereka yang terdapat dalam
kitab Nizhamul Islam yang dikarang oleh pemimpin mereka, yaitu Taqiyuddin
an-Nabhani rahimahullah. Saya
(Syaikh al-Albani) pernah berjumpa dengannya (Taqiyuddin an-Nabhani) beberapa
kali. Saya mengenalnya dengan baik dan mengenal dengan sangat baik jalan yang
ditempuh oleh Hizbut Tahrir. Karena itu, Insya Allah saya berbicara berdasarkan
ilmu tentang segala hal yang dakwah mereka tegak di atasnya.” [Hizbut Tahrir
Mu’tazilah judud” dari Majalah Salafiyyah, Riyadh, Edisi Kedua, tahun 1417 H,
hlm. 17-32.]
Taqiyuddin an-Nabhani berkata di dalam kitabnya, Nizhamul
Islam hlm. 10 :
“Dan berdasarkan atas hal itu maka iman kepada Allah adalah datang dari jalan akal, dan tidak boleh tidak bahwa iman ini terjadi dari jalan akal. Maka adalah dengan hal itu tonggak utama yang berdiri di atasnya keimanan kepada seluruh perkara-perkara gaib dan semua yang Allah kabarkan kepada kita.”
“Dan berdasarkan atas hal itu maka iman kepada Allah adalah datang dari jalan akal, dan tidak boleh tidak bahwa iman ini terjadi dari jalan akal. Maka adalah dengan hal itu tonggak utama yang berdiri di atasnya keimanan kepada seluruh perkara-perkara gaib dan semua yang Allah kabarkan kepada kita.”
Hizbut Tahrir berkata di dalam kitab mereka Nidaun Harrun
ilal Muslimin min Hizbut Tahrir dari website resmi mereka :
“Maka Islam sebagai pemikiran-pemikiran maka asasnya adalah akal.”
“Maka Islam sebagai pemikiran-pemikiran maka asasnya adalah akal.”
Demikianlah, Hizbut Tahrir banyak terpengaruh dengan kelompok
Mu’tazilah yang merupakan pionir semua kelompok rasionalis dalam Islam.
Mu’tazilah menjadikan akal sebagai hakim secara mutlak. Mereka mempromosikan
akan setinggi-tingginya, sebagaimana sering terungkap dalam perkataan
gembong-gembong mereka:
Al-Qadhi Abdul Jabbar menyebutkan urutan dalil-dalil syar’i
menurutnya, “Yang pertama adalah akal, karena dengannya bisa dibedakan baik dan
buruk, dan dengan akallah diketahui bahwa Kitab adalah hujjah, demikian juga
sunnah dan ijma’!!” (Fadhlul I’tizal hlm. 139).
Amr bin Ubaid, [Taqiyuddin an-Nabhani di dalam kitabnya
Syakhshiyyah Islamiyyah memuji Amr bin Ubaid ini dan mengatakan bahwa dia tidak
memiliki penyelewengan sama sekali dalam aqidah.] menyebut hadits Shadiqul
Mashduq dan berkomentar, “Seandainya aku mendengar hadits ini langsung dari
A’masy pasti akan kudustakan, seandainya aku mendengar Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam mengatakannya pasti akan kutolak! dan seandainya aku
mendengar Allah mengatakannya maka akan kukatakan, ‘Bukan atas ini Engkau
mengambil mitsaq (perjanjian) dari kami.”!!
Az-Zamakhsyari berkata, “Berjalanlah dalam agamamu di bawah
panji akal, jangan engkau merasa cukup dengan riwayat dari Fulan dan Fulan.”!
(Athwaqu Dzahab fil Mawaizh wal Khuthab hlm. 28).
Demikianlah kaum rasionalis. Mereka menjadikan akal semata
sebagai sumber ilmu mereka, mengagungkan akal, dan menjadikan iman dan
al-Qur’an tunduk di bawah akal. (Majmu Fatawa Syaikhul Islam 5/338).
Syubhat mereka ini telah dikikis habis dan dihancurkan oleh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam kitabnya yang agung yang
berjudul Dar’u Ta’arudh al-‘Aql wan Naql yang tersusun dalam 10 jilid, kemudian
diringkas oleh muridnya al-Allamah Ibnul Qayyim rahimahullah dalam kitabnya
Shawa’iq Mursalah yang tersusun dalam dua jilid. Ibnul Qayyim rahimahullah
menyebutkan dalam kitabnya tersebut 54 argumen dalam membantah syubhat mereka
ini, diantaranya :
- Perkataan mereka bahwa akal adalah landasan naql adalah
batil karena apa yang dikabarkan oleh Allah dan Rasul-Nya adalah shahih dari
dirinya, entah kita ketahui dengan akal kita atau tidak kita ketahui, entah
dibenarkan oleh manusia atau didustakan oleh mereka, sebagaimana Rasulullah
adalah haq meskipun didustakan oleh manusia, dan sebagaimana wujud Allah dan
keberadaan nama-nama dan sifat-sifat-Nya adalah haq, entah akal kita mengetahui
atau tidak.
- Mendahulukan akal atas naql adalah cela pada akan dan naql
sekaligus, karena akan telah bersaksi bahwa wahyu lebih tahu dibandingkan akal.
Jika hukum akal didahulukan atas hukum wahyu maka itu adalah cela pada
persaksian akal, jika persaksiannya batal maka tidak boleh diterima ucapannya,
maka mendahulukan akal atas wahyu adalah cela pada akal dan wahyu sekaligus.
- Syari’at diambil dari Allah dengan perantaraan malaikat dan
Rasul-Nya, dengan membawa ayat-ayat, mukjizat-mukjizat, dan bukti-bukti atas
kebenarannya, hal ini diakui oleh akal
Lalu bagaimana perkataan Allah pencipta semesta alam
ditentang dengan pemikiran-pemikiran Plato, Aristoteles, Ibnu Sina dan
pengikut-pengikut mereka?
Bagaimana perkataan seorang Rasul ditentang dengan perkataan
filosof, padahal filosof wajib mengikuti Rasul, bukan Rasul yang mengikuti
filosof, karena Rasul diutus oleh Allah, dan filosof adalah umatnya. [Lihat
bahasan “Kedudukan Akal di Dalam Islam” di dalam Majalah Al-Furqon IV/4 rubrik
Manhaj.]
2. Menolak takdir Allah Ta’ala
Taqiyyuddin an-Nabhani berkata di dalam kitabnya,
Syakhshiyyah Islamiyyah 1/71-72 “Perbuatan-perbuatan ini-yaitu
perbuatan-perbuatan manusia-tidak ada hubungan sama sekali dengan qadha’,
karena manusia adalah yang melakukan sendiri perbuatan-perbuatan ini dengan
kehendak dan pilihannya, dan berdasarkan atas hal itu maka fi’il-fi’il
ikhtiyariyyah tidak masuk di bawah qadha’.” Di Nizhamul Islam:
“Maka digantungkannya pahala atau hukuman dengan petunjuk dan kesesatan menunjukkan bahwa petunjuk dan kesesatan keduanya termasuk perbuatan manusia dan keduanya bukan dari Allah.”
“Maka digantungkannya pahala atau hukuman dengan petunjuk dan kesesatan menunjukkan bahwa petunjuk dan kesesatan keduanya termasuk perbuatan manusia dan keduanya bukan dari Allah.”
Perkataan ini jelas sekali menyelisihi nash-nash al-Qur’an
dan as-Sunnah yang menyatakan bahwa segala sesuatu telah telah ditakdirkan
Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman: ”Dan Dia telah menciptakan segala
sesuatu, dan Dia menetapkan takdir-takdir (ukuran-ukurannya) dengan
serapi-rapinya.” (QS. al-Furqan [25] :2) Dan Allah Ta’ala berfirman: “Padahal
Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.” (QS.
ash-Shaffat [37] :96) Dan Allah Ta’ala berfirman :
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu dengan takdir. (QS. al-Qamar [54]: 49).
Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu dengan takdir. (QS. al-Qamar [54]: 49).
3. Mengadopsi pemahaman khawaru
Hizut Tahrir mengikuti pemahaman Khawarij di dalam masalah
takfir dan bolehnya khuruj (pemberontakan, red) kepada penguasa muslim. Di
dalam kitab Manhaj Hizbit Tahrir fit Taghyir hlm. 36 mereka berkata, “Hizb
tidak berkompromi dengan para penguasa dan tidak memberikan loyalitas kepada
mereka, termasuk konstitusi dan perundang-undangan mereka walau dengan alasan
kelancaran dakwah. Sebab syara’ mengharamkan mempergunakan sarana yang haram
untuk memenuhi suatu kewajiban. Sebaliknya hizb mengoreksi dan mengkritik
penguasa dengan tegas. Hizb menganggap bahwa peraturan yang mereka terapkan itu
adalah peraturan kufur sehingga harus dimusnakan dan diganti dengan hukum
Islam. Hizb juga menganggap bahwa mereka pada hakikatnya adalah orang-orang
yang fasik dan zalim…”
Dalam hlm. 37, “… Hizb juga menolak membantu mereka melakukan
ishlah baik di bidang ekonomi, pendidikan, sosial kemasyarakatan maupun di
bidang moral…”
Dalam hlm. 42, “Aktivitas hizb adalah menentang para penguasa
di negara-negara Arab maupun negara-negara Islam lainnya. Mengungkapkan
makar-makar jahat mereka, mengoreksi dan mengkritik mereka…”
Inilah pemahaman Hizbut Tahrir yang menyelisihi perintah
Allah kepada setiap muslim agar taat kepada waliyyul amr-sebagaimana dalam
firman-Nya :
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kalian. (QS. an-Nisa [4]:59),
Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil amri di antara kalian. (QS. an-Nisa [4]:59),
Demikian juga Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam selalu
memerintahkan agar selalu taat kepada waliyyul amr, tidak membatalkan bai’at
dan sabar atas kecurangan para penguasa: “Dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu
‘anhu bahwasanya dia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyeru
kami maka kami membai’atnya, di antara yang diambil atas kami bahwasanya kami
berbai’at atas mendengar dan taat dalam keadaan yang lapang dan sempit, dalam
keadaan sulit dan mudah, dan atas sikap egois atas kami, dan agar kami tidak
merebut kekuasaan dari pemiliknya. Beliau bersabda, ‘Kecuali jika kalian
melihat kekufuran yang jelas dan nyata yang kalian punya bukti di hadapan
Allah.” (Shahih Muslim 1709).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Ini
adalah perintah agar selalu taat walaupun ada sikap egois dari waliyyul amr,
yang ini merupakan kezaliman darinya, dan larangan dari merebut kekuasaan dari
pemiliknya, yaitu larangan dari memberontak kepadanya, karena pemiliknya adalah
para waliyul amr yang diperintahkan agar ditaati, dan mereka adalah orang-orang
yang memiliki kekuasaan untuk memerintah.” [Mihhajus Sunnah 3/395 dan untuk
bahasan yang lebih rinci tentang masalah ini silahkan melihat bahasan “Renungan
Bagi Para Pemberontak” di dalam Majalah AL FURQON V/6 rubrik Manhaj]
Hizbut Tahrir juga mengatakan bahwa seluruh negeri Islam saat
ini adalah Darul Kufur wal Harb, sebagaimana dalam buku mereka, Manhaj Hizbit
Tahrir fit Taghyir hlm. 5, “Adapun kondisi negeri-negeri yang hidup didalamnya
kaum muslimin saat ini di seluruh negeri, adalah darul kufr bukan darul Islam.”
Asy-Syaikh Abdurrahman ad-Dimasyqy berkata dalam kitabnya.
Hizbut Tahrir Munaqasyah Ilmiyyah li Ahammi Mababdi’il hizbi wa Raddu Ilmi
Mufashshal Haula Khabari Wahid hlm. 47.
Aku bertanya kepada salah seorang di antara mereka (Hizbut
Tahrir), ‘Bagaimanakah (menurutmu) dengan Makkah dan Madinah? Apakah termasuk
Darul Iman ataukah Darul Kufur wal Harb??’ Dia menjawab, ‘Termasuk Darul Kufur
dan Harb!’ Aku berkata lagi, ‘Lantas apakah boleh aku berhaji ke darul Kufur??
Lantas dimanakah Darul Iman jika Makkah dan Madinah termasuk Darul Kufur!!’ Dia
pun kebingunan … Ada seorang juga bertanya kepada mereka (Hizbut Tahrir),
‘Apakah ada Darul Islam di dunia saat ini?’ Mereka menjawab, “Tidak ada!!’ Ia
bertanya lagi, “Saya ingin berhijrah, ke manakah gerangan aku harus berhijrah
(jika tidak ada Darul Islam)??’ mereka kebingungan menjawabnya.”
Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah
bersabda :
“Tidaklah terputus hijrah hingga terputusnya taubat dan tidak terputus taubat hingga terbitnya matahari dari baratnya (hari kiamat).” [Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam Sunan-nya 2/312 dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah di dalam Irwaul Ghalil 5/33 no. 1208.]
“Tidaklah terputus hijrah hingga terputusnya taubat dan tidak terputus taubat hingga terbitnya matahari dari baratnya (hari kiamat).” [Diriwayatkan oleh Abu Dawud di dalam Sunan-nya 2/312 dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah di dalam Irwaul Ghalil 5/33 no. 1208.]
Dari Isham al-Muzani radhiyallahu ‘anhu bahwasanya dia
berkata :
“Adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika mengutus suatu pasukan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, jika kalian melihat masjid atau mendengar adzan maka janganlah kalian membunuh seorang pun.” [Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya 3/448, Abu Dawud dalam Sunan-nya 2635, dan Tirmidzi dalam Jami-nya 1545, dan dilemahkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Dha’if Sunan Abu Dawud hlm. 202.]
“Adalah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam jika mengutus suatu pasukan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, jika kalian melihat masjid atau mendengar adzan maka janganlah kalian membunuh seorang pun.” [Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Musnad-nya 3/448, Abu Dawud dalam Sunan-nya 2635, dan Tirmidzi dalam Jami-nya 1545, dan dilemahkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Dha’if Sunan Abu Dawud hlm. 202.]
Al-Imam asy-Syaukani rahimahullah berkata, “Hadits ini
menunjukkan bahwa sekadar keberadaan sebuah masjid di suatu negeri maka ini
cukup menjadi dalil atas keislaman penduduknya, walaupun belum didengar adzan
dari mereka, karena Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
pasukan-pasukannya agar mencukupkan dengan salah satu dari dua hal : adanya
masjid atau mendengar adzan.” (Nailul Authar 7/287)
Berdasarkan uraian diatas maka jika dengar adzan di suatu
negeri atau didapati suatu masjid, dan penduduknya muslim, maka negeri tersebut
adalah darul Islam, meskipun para penguasanya tidak menerapkan syari’at Islam.
Hal inilah yang dikuatkan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah
beliau berkata, “Keberadaan suatu tempat sebagai negeri kafir atau negeri iman
atau negeri orang-orang fasik, bukanlah sifat yang tidak terpisah darinya,
tetapi ia adalah sifat yang insidental sesuai dengan keadaan penduduknya.
Setiap jengkal bumi yang penduduknya orang-orang mukmin yang bertakwa maka
tempat tersebut adalah negeri para wali Allah di saat itu. Setiap jengkal tanah
yang penduduknya orang-orang fasik, maka ia adalah negeri kefasikan di saat
itu. Dan jika para penduduknya selain yang kita sebutkan tadi, dan berubah
dengan selain mereka, maka negeri itu adalah negeri mereka.” [ Majmu Fatawa
18/282 dan untuk bahasan yang lebih rinci tentang masalah ini silakan melihat
bahasan “Darul Islam dan Darul Kufur” di dalam Majalah Al-Furqon IV/9 Rubrik
Manhaj.]
4. Penegakan daulah dengan mengorbankan syariat islam.
Hizbut Tahrir memprioritaorbankan penegakan Daulah Islamiyyah
dan kekuasaan ketimbang perbaikan aqidah dan tauhid. Mereka telah menjadikan
penegakan daulah saat ini hukumnya paling wajib dan paling urgen (mendesak).
Mereka berpandangan bahwa segala kemerosotan, kehancuran, dan kekacauan yang
melanda umat saat ini dikarenakan tidak adanya payung yang melindungi umat dari
kaum kuffar, yakni daulah khilafah. Maka semenjak Kesultanan Utsmani runtuh,
pada tahun 1924 di Turki, maka umat Islam semuanya dalam keadaan berdosa dan
umat wajib ‘ain mengembalikannya.
Taqiyuddin an-Nabhani berkata di dalam kitabnya Syakhshiyyah
Islamiyyah 2/92 “Dan demikianlah maka seluruh kamu muslimin sejak tahun 1924
yaitu sejak hilangnya Khilafah Islamiyyah dari Turki maka mereka mati dan akan
mati jahiliyyah.”
Maka mereka mengonsentrasikan segala daya dan upaya untuk
meraih kembali kekuasaan. Namun, di sisi lain mereka banyak meremehkan
syari’at-syari’at Islam. Lihatlah, bagaiman tokoh-tokoh mereka tidak
menampakkan penampilan Islam sama sekali. Mereka cukur habis jenggot-jenggot
mereka. Mereka tidak memperhatikan shalat jama’ah dan yang lainnya dari
syari’at Islam. Jika engkau ingatkan mereka tentang hal itu maka mereka
mengatakan bahwa hal itu akan mereka lakukan kalau sudah tegak Daulah Islam!!
(Lihat Jama’at Islamiyyah hlm. 288-289).
Padahal Daulah Islam adalah sarana untuk menegakkan syari’at
Islam, pantaskah jika seorang muslim berjuang mewujudkan daulah Islam dengan
jalan mengorbankan syari’at Islam?!
Daulah adalah anugerah Allah kepada kaum muslimin karena
keteguhan mereka melaksanakan kewajiban-kewajiban seperti jihad, melaksanakan
syari’at dan perkara-perkara yang disyari’atkan Allah kepada mereka. Anugerah inilah
yang diperoleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya,
karena kesabaran mereka dalam menempuh manhaj dakwah yang haq, menghadapi
kekejian dan kebrutalan kaum musyrikin. Allah menolong Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya, memenangkan din mereka, dan pengokohkan
mereka di muka bumi, sebagai perwujudan janji Allah dalam Kitab-Nya: “Dan Allah
telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan
amal-amal yang shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa
di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mereka
berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah
diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka,
sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap
menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan aku. (QS.
an-Nur [24] : 55) [Lihat kitab Manhajul Anbiya’ fid Da’wah ila Allah oleh
Syaikh al-Allamah Dr. Rabi’bin Hadi al-Madkhali hafidhahullah].
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Hizbut Tahrir dalah sebuah harakah politik yang
menitik beratkan pada keinginan teciptanya Kekhilafaan Islam kembali. Hizbut
tahrir lahir dalam rangka memenuhi seruan Allah SWT. : “(Dan)
hendaklah ada di antara kalian segolongan umat (jamaah) yang menyeru kepada
kebaikan (mengajak memilih kebaikan, yaitu memeluk Islam), memerintahkan kepada
yang ma’ruf dan melarang dari yang munkar. Merekalah orang-orang yang
beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)
Tidak dapat dipungkiri dalam suatu organisasi
atau harakah pasti mempunyai kelebihan dan kekuranganya, begitu juga dengan
harakah Hizbut Tahrir ini.
SARAN
Kami harap kaum muslimin dapat mengetahui lebih dalam mengenai harakah maupun
jam’iah yang ada, supaya mendapatkan tsaqafah yang lebih luas dan bijak dalam
menghadapi problematika dalam dunia islam sekarang.
REFERENSI
jbptunikompp-gld-demazfauzi-22695-4-unikom_d-i.pdf.)
Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) _
Lazuardi Birru.htm
Langganan:
Postingan (Atom)